PERJALANAN INI #46

International Student Gathering

(Para punggawa Indonesia di Trabzon bersama guru kelas kami yang baik hati, Didar Hoja, tersenyum)

Sebenarnya mahasiswa Indonesia yang belajar di Turki masih amat sedikit. Di kota-kota besarpun masih berkisal puluhan. Barangkali hanya Istanbul dan Ankara saja yang kini berada di kisaran 150 lebih pelajar Indonesia. Di kota-kota kecil hanya terhitung bijian saja.

Sebut saja Samsun dan Erzurum. Di dua kota yang lumayan besar itu, mahasiswa Indonesia hanya terhitung satu atau dua. Yang jelas sekali, Samsun hanya menempatkan satu orang teman kami yang dari Aceh. Begitupun Erzurum, saya hanya tahu beberapa gelintir saja. Itupun kabar dari teman lainnya. Di Trabzon sendiri baru mencatatkan teman kami Ruiz sebagai mahasiswa tehnik pertama yang menempuh study.

Perkumpulan mahasiswa asing ini bergulir setiap tahun. Maka ketika acara tahunan ini bergulir, kami tiba-tiba kebingungan. Dengan enam biji, apa yang bisa kami perbuat.

Kalian tahu siapa pahlawannya, Sahabat? Gofar. Ya, dialah pahlawan sinting kami. Dengan pedenya dia mengajak kami untuk joged poco-poco di acara itu.

Awalnya saya ragu; joged ? pocopoco pula? Tuhan, rencana macam apa pula ini?

*******

Saya sendiri ragu apakah saya bisa joged macam ini atau atau tidak.

Di tonton ratusan orang lagi. Tapia pa peduli. Gofar sudah lebih dulu meracuni kami. Ia sudah lebih dulu memberi contoh. Ia men-download joged poco-poco yang sederhana. Kemudian menggojlok kami selama dua hari penuh. Saya ngengir-nyengir saja ketika latihan. Dan untungnya lagi adalah kami punya si Kivircik, si rambut keriting, Zulkuf Arega. Ah nama apapula itu, keren sekali. Itu nama facebooknya, Kawan. Nama aslinya adalah Zulkarnaen Abbdulah. Kok, nambah keren. Kalo penasaran bisa tanya langsung sama orangnya, kenapa namanya keren macam itu?

Seperti yang dicucuk hidungnya sama si Gofar, si Kivicik ini tambah sinting. Jogednya sudah bisa di tebak, dia paling serius dan paling lancar. Dan soal kegilaan ketika jogged, Ruiz biangnya. Sedangkan saya Cuma jadi pelengkap penderita. Ah, jogged poco-poco yang sederhana saja masih saja banyak salah. Kacau. Kacau.

Tapi soal meriah, ternyata kami paling meriah, Kawan. Orang-orang berkali-kali bertepuk tangan dengan kekonyolan kami menampilkan joged anak kecil di tanah air. Berlenggok-lenggok. Berputar-putar. Tak lupa selingan teriak “Bize her yer Trabzon” (Trabzon ada di mana-mana)

Tapi ini memang bukan tentang jogged yang kacau balau itu, Kawan. Ini tentang keharuan kami bersapa ria. Ini tentang keharuan kami berkumpul bersama. Lihatlah anak-anak Afganistan yang tak malu-malu menampakkan budaya. Memakai baju gamisnya yang panjang-panjang. Kemudian berjoged berputar-putar. Berkolbasti ria.

Atau anak-anak Palestina yang pemalu. Tak ada joged-jogedan. Mereka sedang semarak meminta dukungan kemerdekaan bangsanya. Dan itu disampaikan ketika sambutan satu-satu dari setiap Negara tampil di tengah lapangan.

*******

(Dua orang pengunjung yang sedang berfoto ria dengan payung mungil)

Soal Stan ternyata kami memang berbeda.

Kami memberikan respon yang lebih kepada para pengunjung. Kami memberikan mereka kesempatan menjajal Blangkon, payung pmungil, gelang, anklung dan alat-alat pameran lainnya. Mereka amat bersuka cita. Bahkan soal poto-poto, stan kami paling banyak di buru.

Tidak sedikit yang memberikan email untuk kiriman poto bareng dengan kami. Kami senang. Tapi tidak sedikit pula yang salah email-nya sehingga tak bisa kami kirim potonya. Dan minusnya cuma satu: Tak ada perempuan Indonesia di kota ini.

Tapi bukan Indonesia namanya yang tidak kreatif. Satu teman dekat bersedia kami ajak menunggu stan dengan sarat memakai batik. Beka nama perempuan itu. Bersama teman Indonesia lainnya, kami berkenalan di Teater dan beberapa kali ngeteh santai bersama. Tentu saja seolah dia adalah anak Indonesia. Ini janggal tentu saja. Dan banyak orang Turki yang berulang kali bertanya “Indonesyali misin; apakah kamu orang Indonesya?”

Dia hanya senyum-senyum saja. Menjelaskan dia asli Trabzon.

Ada juga perempuan-perempuan lainnya yang kami kenal di stan dan bersedia menunggu dengan senang hati. Great thanks for Kardelen, Ebru and Melek also thanks so much for Beka; thank for becoming Indonesian girl. Tersenyum.


*********

Kami berpesta.

Seperti halnya pesta musim semi lainnya. Kami berpesta dengan senyum ria yang meriah. Kami tak lelah megulum senyum sepanjang waktu. Tak lupa sikat gigi lengkap dengan pepsodent di pagi harinya agar bisa disebut senyum pepsodent. Tertawa. Karena kadang gigi kami sampai kering karena terus tersenyum mengalami orang yang tertarik dengan budaya bangsa kami.

Senyum ini pula yang menghantarkan pesta lain di hati seorang teman kami. Ia tak mau ketingglan dengan bunga bunga yabg mekar rupanya. Akhirnya dia juga ikut merayakan mekar bunga di hatinya: Jatuh hati pada senyum dan mata jelita perempuan Turki. “My sweet angel” begitu dia memerkan poto via BB ke ponsel saya.

Saya hanya nyengir tak karuan. Not too bad.

Semi masih akan berlangsung. Saya hanya berdoa, semoga usia hati-hati yang saling tertambat tak sesingkat musim semi yang semerbak. Karena di taman hati, semi bisa saja berlangsung lebih lama, lama sekali.

Tuhan menjaga kita, Kawan. Menjaga bunga-bunga di taman hati. Dia jugalah yang mampu memekarkan musim semi di hati kita dengan lebih meriah. Lebih megah.

(Dua orang cantik ini juga sudah rela menjaga stan selama acara)

*********

April 2012

About kaferindujurjani

Penulis lahir dı Lebak, Banten, Indonesıa, dan kini tınggal dı kota kecil Trabzon, Turkı
This entry was posted in Perjalanan and tagged , , , , . Bookmark the permalink.

1 Response to PERJALANAN INI #46

  1. Empar Canser says:

    mirip tania istri tomi kurniawan

Leave a comment